KONVERSI, AKRONIMISASI DAN
PENYERAPAN
1.
Proses Konversi
Chaer, (2008:235) mengatakan konversi
lazim juga disebut derivasi zero, transmutasi atau transposisi adalah proses
pembentukan kata dari sebuah dasar berkatagori lain, tanpa mengubah bentuk
fisik dari dasar itu.
Kata cangkul
dalam kalimat (1) adalah berkatagori nomina, tetapi pada kalimat (2) adalah
berkatagori verba.
1. Petani
membawa cangkul kesawah.
2. Cangkul
dulu tanah itu, baru ditanami.
Penjelasan:
Dalam kalimat
(1) yang bermodus deklaratif kata cangkul berkatagori nomina; sedangkan pada
kalimat (2) yang bermodus imperative kata cangkul berkatagori verba. “sebuah
nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat
yang berbeda”. Penyebabnya adalah kata cangkul,
dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen. makna (+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+ alat)
dan(+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata cangkul itu adalam kalimat interatif
menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata pisau yang memiliki
komponen makna(+bendaan), (+alat) dan(- tindakan). Ketiadaan komponen makna
(+tindakan) pada kata pisau itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat
imperative.
Kikir sikat
Gergaji pacul Contoh kosa kata yang terbatas
yang memiliki komponen makna
Rantai kupas (+tindakan)
Tutup ketam
Kail kapak
Pancing serut
Silet borgol
Ada
satu permasalahan lagi didalam berbagai buku pelajaran dan buku tata bahasa
kata-kata nama warna seperti merah,hijau dan kuning.digolongkan berkategori
ajektifa. Didalam kamus besar. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata-kata
seperti merah, hijau dan kuning disebut mempunyai dua kategori yaitu ajektifa
dan nomina karena secara empiris warna-warna itu dapat “diamati”. Hal ini
menjadi indikator bahwa nama-nama warna itu berkate gori nomina.
2.
Akronimisasi
Chaer, (2008:236) akronimisasi adalah proses pembentukan sebuah kata
dengan cara menyingkat sebuah konsep yang di realisasikan dalam sebuah
konstruksi lebih dari sebuah kata. Proses ini menghasilkan sebuah kata yang
disebut akronim. Akronim adalah juga sebuah singkatan, namun yang”diperlakukan”
sebagai sebuah kata atau sebuah butir leksikal. Misalnya kata pilkada yang berasal dari pemilihan kepala daerah, kata jabotabek yang berasal dari Jakarta bogor, Tangerang dan Bekasi dan kata Balita yang berasal dari bawah
lima tahun.
·
Aturan atau kaidah pembentukan
akronim “belum” ada aturan tertentu yang digunakan . namun, dari data yang
terkumpul tampak ada cara-cara sebagai berikut;
Pertama, mengambil huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata
yang membentuk konsep itu. Contohnya:
|
Penjelasan:
Kata-kata seperti IKIP, IDI, ABRI, dan AMPI lazin diucapkan
dan dituliskan sebagai sebuah kata berbeda dengan SMA (sekolah menengah atas)
dan DPR (Dewan perwakilan rakyat), yang masih tetap dilafalkan dan dituliskan
sebagai singkatan.
Kedua, pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang
membentuk konsep itu. Misalnya :
|
Ketiga, pengambilan suku kata pertama ditambah dengan huruf pertama
dari suku kata kedua dari setiap kata yang membentuk konsep itu. Misalnya :
|
|
|
Keenam, pengambilan unsur – unsur kata yang mewadahi konsep itu,
tetapi sukar disebutkan keteraturannya termasuk di seni. Misalnya:
|
Kata-kata yang dibentuk sebagai hasil proses akronimisasi
ini terdapat dalam semua bidang kegiatan dan keilmuan, seperti kepolosian,
kemiliteran, pendidikan, olahraga, ekonomomian, dan sebagainya. Biasanya
akronim itu hanya dipahami oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang kegiatan
tertentu itu. Misalnya, dalam salah satu instansi depdiknas ada akronim dupak
(daftar usulan perhitungan angka kredit), yang hanya dipahami oleh orang- orang
instansi tersebut.
Namun, tidak sedikit akronim bahasa
Indonesia yang telah menjadi kosakata umum, seperti muntaber, wagub. Pemda,
lemhanas, hansip, dirjen, dan sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1993) akronim yang telah menjadi kosakata umum ini didaftarkan sebagai
singkatan Chaer, (2008:239).
3.
Penyerapan
Penyerapan adalah proses pengambilan kosakata dari bahasa
asing, baik bahasa Eropa (Belanda, Inggris, Arab,Portugis, dan sebagainya),
maupun bahasa asing Asia (seperti bahasa Arab, bahasa Parsi, bahasa Sansekerta,
bahasa Cina, dan lain sebagainya). Termasuk dari bahasa – bahasa Nusantara (
seperti bahasa Jawa, Sunda, Minang, Bali, dan sebagainya) Chaer, (2008:239).
Didalam sejarahnya penyerapan kosakata asing berlangsung secara audial, artinya
melalui pendengaran. Contohnya seperti orang asing mengucapkan kosakata asing,
lalu orang Indonesia menirukan nya sesui dengan apa yang didengarnya. Karena
system Fonologi bahasa asing itu berbeda dengan system Fonologi bahasa yang
dimiliki orang Indonesia, maka bunyi uajaran bahasa asing ditiru menurut
kemampuan lidah melafalkannya. Begitulah kata bahasa Belanda dome krack
dilafalkan menjandi dongkrak, kata bahasa Sansekerta uttpatti dilafalkan
menjadi upeti, kata bahasa Arab mudharat dilafalkan menjadi melarat, dan kata bahasa
Portugis almari dilafalkan menjadi lemari.
Sejak terbit buku Pedoman Pembentukan Istilah dan buku
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, penyerapan kata – kata asing
harus dilakuakan secara visual. Artinya berdasarkan apa yangdilihat didalam
tulisan. Intinya dari pedoman pembentukan istilah itu adalah:
1)
Kata-kata yang sudah diserap dan
lazim digunakan sebelum buku pedoman ini terbit, tidak perlu diubah ejaanya.
Misalnya kata – kata kabar, sirsak, telepon, iklan, perlu, bengkel, hadir, dan
badan.
2)
penyerapan dilakukan secara utuh.
Misalnya kata standarisasi, efektifitas, objektifitas, dan implementasi diserap
secara utuh disamping kata standar, efektif, objektif, dan implement.
3)
huruf –huruf asing pada awal harus
disesuaikan sebagai berikut:
Au tetap au
|
Contoh:
·
audiogram tetap audiogram
·
autotroph tetap autotrof
·
hydraulic tetap hidraulik
|
E dimuka a, u, o dan konsonan menjadi
k
|
Contoh:
·
calomel menjadi kalomel
·
cubic menjadi kubik
·
crystal menjadi Kristal
|
C dimuka e, l,
oe, dan y menjadi s
|
Contoh:
·
central menjadi sentral
·
ceelom menjadi selom
·
cylinder menjadi silinder
|
Cc dimuka o,
u dan konsonan menjadi k
|
Contoh:
·
accommodation menjadi akomodasi
·
acculturation menjadi akulturasi
·
acclamation menjadi aklamasi
|
Cc dimuka e
dan I menjadi ks
|
Contoh:
·
accent menjadi aksen
·
vaccine menjadi vaksin
|
Cch dan ch
dimuka a, o dan konsonan menjadi k
|
Contoh:
·
Saccharin menjadi sakarin
·
Charisma menjadi karisma
·
Cholera menjadi kolera
|
Ch yang
lafalnya s atau sy menjadi s
|
Contoh:
·
Echelon menjadi eselon
·
Machine menjadi mesin
|
Ch yang
lafalnya c menjadi c
|
Contoh:
·
Check menjadi cek
·
China menjadi cina
|
E tetap e
|
Contoh:
·
Effect tetap efek
·
Description tetap deskripsi
|
Ea tetap ea
|
Contoh:
·
Idealist tetap idealis
·
Habeas tetap habeas
|
4) huruf pada akhir kata harus
disesuaikan sebagai berikut:
-age menjadi –ase
|
Contoh:
·
Percentage
menjadi persentase
·
Etalage
menjadi etalase
|
-aal, -eel menjadi –al
|
Contoh:
·
Structural,
structureel menjadi struktural
·
Formal,
formeel menjadi formal
·
Normal
menjadi normal
|
-ant menjadi –an
|
Contoh:
·
Accountant
menjadi akuntan
·
Informant
menjadi informan
|
-archy, -archie, menjadi – arki
|
Contoh:
·
Anarchy,
anarchie menjadi anarki
·
Aligarchy,
aligarchie menjadi aligarki
|
-(a)tion,-(a)tie menjasi –asi, -si
|
Contoh:
·
Action,
actie menjadi aksi
·
Publication,
publicate menjadi publikasi
|
-ic,-isch menjadi – ik
|
Contoh:
·
Electronic,
elektronisch menjadi elektronik
·
Mechanic,
mechanisch menjadi mekanik
·
Ballistic,
ballistisch menjadi balistik
|
-ist menjadi –is
|
Contoh:
·
Egoist
menjadi egoist
·
Publicist
menjadi publisis
|
Dengan Catatan!
Penyerapan dari bahasa asing yang tidak menggunakan aksara
Latin, seperti bahasa Arab, Rusia, dan Cina tentu harus ditransliterasi atau
ditranskripsi dulu kedalam huruf Latin.
Penyerapan dari bahasa – bahasa Nusantara haru disesuaikan
dengan ejaan dan lafal bahasa Indonesia.